Akhir-akhir ini banyak orang yang berbicara mengenai sunk cost fallacy di berbagai media social. Namun belum banyak yang mengetahui mengenai makna di balik istilah tersebut. Dimana istilah ini berasal dari pemahaman mengenai istilah sunk cost. Sunk cost sendiri diartikan sebagai biaya hangus, atau biaya yang terjadi di masa lampau serta tidak bisa dirubah. Baik pada saat ini maupun di masa yang akan datang.
Sementara istilah sunk cost fallacy, sebenarnya mengacu pada istilah tersebut. Dimana diartikan sebagai sebuah sikap yang keliru berkaitan dengan biaya yang sudah hilang tersebut. Istilah ini banyak dijumpai dalam perbincangan mengenai investasi terutama saham.
Dimana seseorang terpaksa harus tetap mengambil pilihan untuk mempertahankan sebuah saham, meskipun saham tersebut menunjukkan gejala penurunan nilai.
Hal ini terjadi karena seseorang tersebut, merasa sudah terlanjur mengeluarkan banyak uang untuk saham tersebut. Sehingga kemudian mereka merasa sayang jika harus membuang saham yang mereka miliki tersebut. Inilah sebenarnya yang disebut dengan sunk cost fallacy.
Perilaku seperti ini, menjadikan seseorang meninggalkan pemikiran logisnya. Karena merasa nilai investasi untuk saham tersebut sudah terlalu besar yang dikeluarkan, mereka akan berusaha dengan segala cara mempertahankan saham tersebut untuk dimiliki.
Termasuk ketika harus menambah nilai investasi, meski nilai saham tersebut sudah menurun.
Baca juga: Data Warehousing Adalah Kunci Proses Kebijakan Perusahaan. Ini 3 Konsepnya
Sunk cost fallacy sendiri bisa dicontohkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Sebagai contoh, seseorang yang salah ketika membeli tiket untuk menonton film di bioskop. Karena merasa sudah membeli tiket dan sayang harus membeli tiket yang baru, mereka terpaksa menonton film dengan tiket yang sudah dibeli.
Akibatnya, ketika selesai menyaksikan film tersebut, mereka merasa menyesal karena film yang ditonton bertema mengerikan dan tidak sesuai harapan. Hal ini berakibat mereka merasa trauma dan sulit makan dan tidur karena teringat tayangan film yang mengerikan tersebut.
Dalam dunia usaha pun terkadang terjadi masalah sunk cost fallacy seperti ini. Dimana ketika perusahaan salah membeli mesin, mereka memilih tetap memaksa menggunakan mesin tersebut. Akibatnya, mesin yang tidak sesuai dengan spesifikasi ideal tersebut harus bekerja melebihi kemampuannya dan menjadikannya rusak.
Perusahaan pun terpaksa mengeluarkan biaya lebih besar untuk biaya perawatan yang nilainya lebih besar dibandingkan jika harus membeli mesin baru yang sesuai spesifikasi ideal.
Di perusahaan pun, sering terjadi permasalahan sunk cost fallacy ini. Beberapa contoh yang sering terlihat antara lain adalah :
Permasalahan sunk cost di sektor pemasaran merupakan masalah yang paling sering terjadi. Sebagai contoh, perusahaan sudah mengeluarkan anggaran untuk biaya iklan di media sosial seperti membayar facebook ads setiap bulan dengan nilai yang sama atau bahkan meningkat tanpa melihat hasil penjualan yang diperoleh.
Hal ini bisa dikategorikan sebagai bentuk sunk cost yang terjadi karena perusahaan akan tetap membayar biaya tersebut meski nilai penjualan mengalami penurunan.
Permasalah sunk cost lain juga sering terjadi di bidang operasional. Dimana perusahaan melakukan penambahan mesin dan tenaga kerja namun tidak memberikan dampak terhadap produktivitas perusahaan.
Namun karena sudah terlanjur membeli mesin atau mempekerjakan tenaga baru, mereka tetap mempertahankan keputusan tersebut. Akibatnya muncul penambahan beban seperti beban gaji atau biaya listrik akibat penambahan mesin yang kurang signifikan.
Divisi keuangan, merupakan pihak yang bertanggungjawab terhadap terjadinya sunk cost fallacy ini. Oleh karena itu, ketika menerima pengajuan anggaran biaya dari divisi lain, pihak keuangan wajib melakukan orientasi dan verifikasi.
Apakah pengajuan anggaran tersebut memberikan manfaat dan berdampak pada peningkatan kinerja perusahaan atau tidak. Sehingga bisa meminimalisir potensi terjadinya sunk cost tersebut.
Permasalahan sunk cost yang berkaitan dengan investasi ini bisa diakibatkan karena permasalahan pada saat melakukan pekerjaan atau proyek. Sebagai contoh, ketika sebuah perusahaan sudah mengeluarkan dana besar untuk mengerjakan proyek di suatu tempat.
Namun ternyata lahan yang menjadi lokasi pekerjaan sedang dalam sengketa atau berada di kawasan rawan bencana. Akibatnya proyek harus dihentikan dan menjadikan dana yang sudah dikucurkan menjadi hilang tanpa mendapatkan keuntungan atau pengembalian.
Permasalahan sunk cost fallacy di sektor pengembangan dan penelitian adalah pengucuran biaya promosi guna membiayai survey.
Apapun hasil dari survey dan berapapun besaran biaya yang dikeluarkan, serta pengaruh pada keuntungan perusahaan, maka biaya yang dikeluarkan tetap dianggap sebagai sunk cost.
Baca juga: Contoh Targeting Pemasaran Dalam Sebuah Bisnis. Ini Poin-Poinnya
Untuk menghindari terjadinya sunk cost fallacy, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan membuat sebanyak mungkin perencanaan dan alternatifnya.
Selain itu, lakukan potensi serta resiko atas setiap perencanaan. Diharapkan dengan cara ini, potensi terjadinya sunk cost bisa diminimalisir.